Belajar
sejarah dulu y hehe
Aloon-aloon
asal kelakon
Pernah
dengar ungkapan bijak bahasa Jawa diatas? Alon-alon asal kelakon, artinya
perlahan tetapi pasti atau tidak terburu-buru dalam bertindak. Mengingatkan
orang agar selalu waspada, nah, itu kalau alon-alon ( pelan-pelan), jika anda
cermat, judul diatas bukan alon-alon, tapi aloon-aloon! Beda Jumlah huruf oo,
tapi artinya justru sangat berbeda sekali. Aloon-aloon adalah bahasa Belanda,
berubah menjadi kata Alun-alun yang artinya lapangan terbuka.
Zaman
Hindu-Budha, alun-alun telah dikenal (Kitab Negara Kertagama) asal usul
kata ini dari kepercayaan masyarakat tani yang setiap kali ingin menggunakan
tanah untuk bercocok tanam, maka haruslah dibuat upacara minta izin
kepada dewi tanah dengan jalan membuat sebuah lapangan tanah
sacral yang berbentuk persegi empat dan sekarang dikenal masyarakat
sebagai alun-alun. Pada Masa kerajaan Mataram, di Alun-alun depan istana secara
rutin diperuntukkan rakyat Mataram jika ingin menghadap Penguasa Alun-alun pada
masa itu sudah berfungsi sebagai pusat administratif dan sosial budaya bagi
penduduk pribumi.
Masyarakat
berdatangan ke alun-alun untuk memenuhi panggilan ataupun mendengarkan
pengumuman atau melihat unjuk kekuatan berupa peragaan bala prajurit dari penguasa
setempat, Fungsi sosial budaya dapat dilihat dari kehidupan masyarakat dalam
berinteraksi satu sama lain, apakah dalam perdagangan, pertunjukan hiburan
ataupun olah raga. Untuk memenuhi seluruh aktivitas dan kegiatan tersebut
alun-alun hanya berupa hamparan lapangan rumput yang memungkinkan berbagai
aktivitas dapat dilakukan.
Pada
Masa masuknya Agama Islam, seperti di alun-alun Malang, Gedung Masjid
Jami dibangun di sekitar alun-alun. Alun-alun juga digunakan sebagai
tempat kegiatan-kegiatan hari besar Islam termasuk Salat Idul Fitri. Pada jaman
pra-kolonial, baik kota pusat kerajaan di pedalaman atau di pesisir dibangun
berdasar konsep tata ruang yang sama, yaitu adanya sebuah lapangan luas yang
ditengahnya ditanam satu atau dua buah pohon beringin yang disebut Alun-alun,
(Santoso,1984). Sistem kaidah yang dipakai orang Jawa disebut Hasta brata
dikenal juga dengan ungkapan Kiblat Papat Limo Pancer yaitu keseluruhan ruang
dibagi menjadi 4 atau 8 bagian.
Pengelompokan
dibuat berdasar padanan hal positif negatif, unsur air di timur, api
ditempatkan di Barat. Pusat ruangan dipandang sebagai pusat dunia ( Sartono
Kartodirdjo,1987). Nah itulah sebabnya kenapa hampir semua pusat kota di Jawa
mempunyai bentuk struktur yang hampir sama, pendopo Bupati, Masjid Jami’,
Penjara dan Kantor Residen (Walikota) berada dialun-alun. Sebelah selatan
merupakan daerah sakral dan utara merupakan daerah profan, oleh sebab itu di
semua Alun-alun, rumah bupati selalu diletakkan di selatan, kecuali di
Malang, yang ditempatkan sebelah timur menghadap ke selatan, tidak jelas
alasannya, mengapa, tapi kemungkinan karena Malang dikenal daerah dengan
pertahanan yang kuat maka kepercayaan daerah yang sakral untuk kantor bupati
sengaja dirubah, tidak perlu diawasi langsung oleh residen.
Jika
benar Alun-alun Malang didirikan tahun 1882 (Kotapraja Malang,1964) maka jelas
pembangunan Alun-alun Malang untuk kepentingan Belanda yang menjadikan
Alun-alun sebagai pusat kontrol. Hampir semua kegiatan produksi ekonomi
terkumpul disana, Belanda sengaja menempatkan kantor bupati berhadapan dengan
Assisten Residen, di sebelahnya Masjid Jami’ berhadapan dengan penjara dengan
maksud setiap saat Assisten Residen dapat mengontrol kegiatan bupati dan
penduduk yang selalu berkumpul di pendopo bupati atau Masjid Jami’. Karena
Alun-alun dipandang sebagai pusat kegiatan kota, maka secara tidak langsung
pola pemukiman juga menyesuaikan dengan kondisi tersebut. Pemukiman orang Eropa
di sebelah Barat daya (Talun, Tongan, Sawahan), orang Cina di sebelah tenggara
(Pecinan), Arab terletak di belakang Masjid (Kauman), dan pribumi di daerah
Kebalen, Temenggungan, Jodipan. Sekarang dengan berkembangnya pembangunan kota
Malang ke semua arah maka keramaian kota menjadi terpecah.
Nah,
kata aloon-aloon telah kita bahas arti, fungsi dan asal usulnya, terus
sekarang, kenapa di Malang terdapat dua alun-alun? Bukankah satu sudah cukup?
Yah kalau dibilang cukup ya cukup, karena luas tanah dan perkembangan tahun
1900 masih memungkinkan untuk dioptimalkan, terus kalau dibilang tidak cukup,
ya tidak cukup, alasannya untuk pertumbuhan Malang kedepan sebagai contoh kota
pusat pemerintahan dengan disain tata kota yang baik mempunyai satu syarat
yaitu lingkungan yang kondusif, di Malang dirasa tidak memungkinkan lagi
digabungkan pusat kota dengan pusat pemerintahan. Pusat kota telah berkembang
sedemikian cepat dengan bertumbuhnya pusat ekonomi, hiburan, keagamaan dan
social, sedangkan pusat pemerintahan seiring dengan tumbuhnya kota Malang harus
segera membangun gedung pusat pemerintahan satu atap ( block office).
Pada
tanggal 26 April 1920 pihak Gemeente (kotapradja) Malang memutuskan untuk
membuat daerah pusat pemerintahan baru yang sekarang kita kenal dengan
Alun-alun Bunder sesuai dengan bentuk tanah lapang yang berbentuk bundar.
Sebelum tahun 1914 Malang masih merupakan daerah bagian dari Karesidenan
Pasuruan dan kekuasaan tertinggi di Malang adalah Assisten Residen yang
kantornya di selatan Alun-alun (sekarang kantor Perbendaharaan dan Kas Negara).
Setelah kota Malang dinaikkan statusnya menjadi Gemeente (Kotamadya) tanggal 1
April 1914, kota Malang berhak memerintah daerah sendiri dengan dipimpin oleh
seorang Burgemeester (Walikota). Jabatan walikota waktu itu dirangkap oleh
Asisten Residen sampai tahun 1918, baru tahun 1919 Malang mempunyai Walikota
pertama HI Bussemaker
Setelah selesai dibangun alun-alun bundar, Malang masih belum mempunyai kantor pemerintahan yang permanen dan berwibawa. Pada 26 april 1920 dibuat perencanaan perluasan kota yang di dalamnya termasuk pembangunan gedung Balaikota sebagai tempat pemerintahan yang baru. Gagasan perencanaan itu timbul setelah walikota mengadakan sayembara perencanaan Balaikota Malang dengan juri Ir. W. Lemei, Ir. Ph.N. Te Winkel dan Ir. A. Grunberg. Dari 22 peserta lomba, tidak ada satupun yang memenuhi syarat. Maka, pada tanggal 14 Februari 1927 diputuskan oleh dewan kota agar rancangan yang paling baik diadakan perubahan dan segera dilaksanakan pembangunan dengan anggaran F. 287.000. Rancangan yang akhirnya dipakai adalah karya HF Horn dari Semarang dengan motto: Voor de burgers van Malang (untuk warga Malang).
Setelah selesai dibangun alun-alun bundar, Malang masih belum mempunyai kantor pemerintahan yang permanen dan berwibawa. Pada 26 april 1920 dibuat perencanaan perluasan kota yang di dalamnya termasuk pembangunan gedung Balaikota sebagai tempat pemerintahan yang baru. Gagasan perencanaan itu timbul setelah walikota mengadakan sayembara perencanaan Balaikota Malang dengan juri Ir. W. Lemei, Ir. Ph.N. Te Winkel dan Ir. A. Grunberg. Dari 22 peserta lomba, tidak ada satupun yang memenuhi syarat. Maka, pada tanggal 14 Februari 1927 diputuskan oleh dewan kota agar rancangan yang paling baik diadakan perubahan dan segera dilaksanakan pembangunan dengan anggaran F. 287.000. Rancangan yang akhirnya dipakai adalah karya HF Horn dari Semarang dengan motto: Voor de burgers van Malang (untuk warga Malang).
Pembangunan balaikota dilaksanakan tahun 1927
sampai 1929, dan mulai ditempati September 1929 oleh walikota ke dua Ir. EA
Voorneman. Ruang walikota dirancang sendiri oleh C. Citroen dari Surabaya yang
sampai sekarang masih terlihat megah. Bangunan yang tetap dipertahankan
keasliannya ini menjadi bangunan cagar budaya di Malang yang dirancang
bersama-sama para arsitek terkenal di Jawa saat itu.
Nah..
Keinginan untuk mempunyai 2 alun-alun telah kelakon meskipun dengan alon-alon,
menurut saya lebih baik alon-alon asal kelakon, tapi kelakonnya dengan hasil
yang perfect dari pada ora alon-alon ora kelakon , cepat tapi tidak
sesuai harapan. Tinggal sekarang bagaimana kita memanfaatkan kelakon itu dengan
cerdas, bagaimana?
No comments:
Post a Comment