Paralayang, Omah Kayu, Batu

  Gak bosen ke Paralayang, apa lagi ada Omah Kayu

    Entah sudah beberapa kali ke paralayang, mulai tahun 2008 sama anak-anak MPUB, berangkat setelah subuh, lihat sunrise, ngopi di payung terus lanjut berendam ke Pemandian air panas Cangar. Setelah itu juga sering sama dia, jalan-jalan yang menenangkan hati. Daripada ke ranukumbolo yang butuh persiapan, menenangkan hati cukup sedia motor, bensin, uang parkir, maka alam akan tersaji di depan mata.

   Terakhir ke paralayang sekitar tahun 2013 awal, waktu masih sama dia. Setelah dia lulus, pulang kampung dan ke jakarta sudah jarang ke paralayang. Anak-anak beberapa kali ngajak tapi aku gak ikut :D. Apalagi setelah kejadian bulan November 2014 di kereta Majapahit, ke paralayang sepertinya menyesakkan dada. Tapi hidup harus tetap berlanjut, akhirnya ada kesempatan untuk ke paralayang, juga ada wahana baru namanya Omah Kayu, yang bersebelahan dengan Paralayang. Akhirnya hari minggu berangkat ke Omah kayu tapi mampir ke Paralayang dulu.

   Paralayang sendiri ada di kota batu, di Gunung Banyak, bisa lewat jalan tembusan yang melewati songgoriti, yang ke arah pujon, atau muter lewat jalan utama menuju pujon. Tapi ku seringnya lewat jalan tembusan, sekalian godain para makelar villa. Apalagi kalau bonceng cewek, pasti semangat nawari villa hehehe

   Rencananya berangkat hari minggu jam 10 pagi. Tapi motor ku ada masalah, kubawa dulu ke bengkel untuk di benerin. Ada masalah dengan kabel gasnya, jadi mesti di ganti. Sebenarnya cuma ganti saja, tapi karena kabel gas nya melewati stang, mesin jadi harus bongkar-bongkar, itu yang bikin lama. Jam 11.30 baru selesai, jadi nunggu duhur dulu baru berangkat. Yang jadi berangkat akhirnya aku, ayu, vina, ninin, fauzul, femita, dengan semangat berangkat ke Omah Kayu.

   Gak ada hambatan sampai ke gunung banyak, sebelum masuk ke Paralayang, bayar karcis dulu per-orang Rp. 5000, terus parkir motor Rp. 5.000. Tujuan utama Omah Kayu tapi foto-foto dulu ke Paralayang. Tujuan utama omah kayu, soalnya baru di paralayang, tapi mampir dulu ke paralayang. Habis itu ke bukit sebelah paralayang, maklum di daerah situ banyak orang pacaran di pinggir bukit, bisa di intip kelucuannya hahahah. Menuju bukit sebelah, banyak lubang galian yang dalam dan berdekatan, mungkin mau di buat jembatan layang dari paraayang ke UB :D.

Menuju Omah Kayu

   Habis istirahat sebentar, langsung ke omah kayu, ada plang di depan pintu masuk sebelum ke omah kayu. Untuk masuk harus bayar tiket 5 ribu, omah kayu sendiri memamng rumah yang terbuat dari kayu yang berada di lereng bukit. Ada sekitar 7 rumah kayu, dan ada yang masih di bangun. Karena berada di lereng bukit, omah kayu berasa terbang, rumah yang terbang di lereng bukit. Didalamnya juga ada kasur, bantal, guling, dan disewakan kalau gak salah Rp. 450.000 permalam, tidak ada listriknya, kamar mandinya ada satu untuk seluruh rumah kayu dan berada di luar.
    Berhubung belum ada yang nyewa, bisa foto-foto, tapi maksimal 3 orang, biar tidak kelebihan beban. Nah saat itu kita datang pas hari minggu, siang juga, jadinya rame banget. Yang antri foto sudah mirip kayak antri sembako. Terus yang foto di omah kayu, karena gak ada batas waktu akirnya foto-foto sepuasnyanya tanpa menghiraukan yang antri, jadi mesti sabar nunggu untuk foto di omah kayu.

Antri sambil foto-foto

   Rumah kayu yang pertama, berdiri dekat dengan tanah, jadi bisa orang banyak yang foto. Habis itu menuju ke omah kayu selanjutnya, antrinya mengular, dan yang di omah kayu sepertinya asyik tidak bisa diganggu. Harusnya pagi sekali ke paralayang biar sepi ehehe. Karena lapar, akhirya pulang saja, kapan-kapan kesini lagi pagi-pagi.

Masa lalu tidak bisa di hapuskan, biarkan tersimpan rapi di sudut terdalam relung hati, biarkan tertutup dengan kenangan yang lain. Dan jangan takut bila sesekali muncul, itu cuma kenangan yang gak akan merubah apa-apa.

Malang, 08 Februari 2015

NRP